Sanksi Uni Eropa: Pertaruhan Penerbangan Nasional

Uni Eropa pada Juni 2007 lalu mengeluarkan larangan bagi maskapai Indonesia untuk melayani jalur penerbangan ke Eropa terhitung 6 Juli 2007. Uni Eropa menilai serangkaian kecelakaan penerbangan yang dialami oleh maskapai penerbangan Indonesia menunjukkan buruknya manajemen pengelolaan keselamatan penerbangan di Indonesia. Lembaga konsultan Ascend yang berbasis di London pada Maret 2007 lalu mengeluarkan penilaian terhadap rating kecelakaan pesawat di setiap negara. Indonesia memiliki rating 3,77 kecelakaan untuk setiap satu juta take off dalam tiga tahun terakhir. Rating ini jauh melampaui rating global yang hanya mencapai 0,25 kecelakaan untuk setiap satu juta take off dalam tiga tahun terakhir. Pada saat yang bersamaan Departemen perhubungan mengeluarkan daftar peringkat maskapai penerbangan domestik. Hasilnya, tidak ada maskapai penerbangan yang berada di peringkat teratas dalam hal aplikasi keamanan dan keselamatan penerbangan. Hasil rating ini menjadi diskusi hangat di berbagai forum penerbangan internasional dan seolah menjadi pembenaran bahwa pemerintah Indonesia gagal memberikan jaminan keselamatan penerbangan sehingga perlu diberikan sanksi agar melakukan perbaikan terhadap keamanan dan keselamatan penerbangan di Indonesia.
Kondisi ini bukan tidak mungkin sebenarnya bermula dari kalangan industri penerbangan global yang mendesak para pengambil kebijakan politik global untuk menjatuhkan sanksi terhadap Indonesia. Faktor kebijakan politik global ini tidak hanya menghantui Indonesia, namun juga negara-negara berkembang lain yang terkena sanksi larangan terbang. Acuan standar aplikasi teknologi pesawat terbang dan dunia penerbangan saat ini masih mengarah kepada dua kubu, yakni Amerika Serikat atau Eropa. Oleh karenanya, setiap kebijakan yang berkenaan dengan regulasi internasional umumnya selalu dibayangi oleh kepentingan-kepentingan bisnis global. Sebagaimana diketahui, saat ini persaingan bisnis dua produsen pesawat terbang sipil berbadan lebar di dunia sangatlah ketat dan bukan tidak mungkin dampak dari persaingan keduanya akan mempengaruhi masa depan maskapai-maskapai penerbangan di Indonesia melalui aksi-aksi lobi di lembaga internasional guna meluluskan satu kebijakan seperti sanksi larangan penerbangan dari Uni Eropa.
Sanksi dan proses perbaikan standar penerbangan secara tidak langsung mendorong maskapai-maskapai penerbangan yang ada di Indonesia untuk mengganti pesawat-pesawat tua mereka dengan pesawat baru. Artinya, para pelaku usaha penerbangan di Indonesia berada dalam posisi terjepit karena pesawat-pesawat tua sulit untuk memenuhi standar keamanan dan keselamatan penerbangan. Mereka dibayangi kemungkinan terburuk berupa dicabutnya izin perusahaan karena tidak ada pesawat yang laik terbang atau kebangkrutan karena tidak sanggup membayar cicilan pesawat baru.

Introspeksi. Itulah sepotong kata yang dikeluarkan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla menanggapi dilarangnya pesawat dari maskapai Indonesia untuk terbang di wilayah Eropa oleh Uni Eropa. Ini tentunya menunjuk langsung kepada sejauh mana aparat pemerintah dan maskapai-maskapai penerbangan di Indonesia telah memenuhi standar dan kriteria keamanan dan keselamatan penerbangan internasional. Semoga saja maskapai penerbangan di Indonesia tidak terlena dengan daftar peringkat Departemen Perhubungan yang akan dikeluarkan secara rutin. Ini dikarenakan safety dan security dalam dunia penerbangan diawali dari kebijakan internal maskapai penerbangan. Garis besarnya, berdiri dan bertahannya bisnis penerbangan akan sepenuhnya berkaitan dengan aturan-aturan penerbangan yang berlaku. Inilah tantangan pertama dunia penerbangan Indonesia. Apakah maskapai penerbangan akan menjalankan standar keselamatan mereka untuk semata memperoleh peringkat baik dari pemerintah atau komitmen kuat dari manajemen?
Tantangan kedua adalah bagaimana kesiapan pemerintah dan maskapai penerbangan nasional dalam menghadapi tekanan perang bisnis penerbangan global? Saat ini maskapai-maskapai penerbangan Indonesia tengah di dorong ke dalam satu ikatan bertajuk perencanaan regional di bidang keselamatan penerbangan untuk menjamin pelayanan navigasi penerbangan yang harmonis di kawasan Asia Pasifik. Ini sebenarnya satu “paksaan” bagi maskapai penerbangan Indonesia, terutama sekali menjelang liberalisasi penerbangan ASEAN pada tahun 2010. Maskapai penerbangan terbaik tahun 2006, menurut lembaga konsultasi Ascend, adalah maskapai penerbangan China, dan maskapai penerbangan terbesar di Asia Tenggara tahun 2006, bukan salah satu maskapai penerbangan dari Indonesia. Artinya, seluruh maskapai penerbangan Indonesia akan berhadapan dengan maskapai-maskapai raksasa di kawasan Asia Pasifik. Dengan potensi penumpang penerbangan domestik yang mencapai 35 juta orang dan potensi penumpang penerbangan internasional yang mencapai 12 juta setiap tahunnya, Indonesia jelas memiliki potensi pasar penerbangan besar yang selama ini, menurut penilaian lembaga internasional, dikelola dengan cara yang buruk oleh pemerintah Indonesia.

Transportasi udara memegang peranan penting untuk menunjang sektor-sektor pembangunan di Indonesia. Dengan berbagai kelebihannya dibandingkan sarana transportasi lainnya, penerbangan memiliki peran sebagai sarana memperlancar roda perekonomian nasional, mempererat hubungan antar daerah, penghubung antar wilayah, dan mendorong datangnya investasi ke daerah-daerah. Keamanan dan keselamatan penerbangan merupakan sebuah syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh maskapai penerbangan.
Potensi terjadinya kecelakaan pesawat udara akan selalu ada karena ini adalah sebuah unexpected loss dalam bisnis penerbangan. Introspeksi dari para operator jasa penerbangan dalam menerapkan standar keselamatan yang baik akan menunjang kesiapan pemerintah dalam mematahkan sanksi Uni Eropa serta tekanan dunia penerbangan internasional terhadap kualitas keselamatan penerbangan di Indonesia. Ini tentunya akan memberikan efek domino terhadap pertumbuhan ekonomi di mana wisatawan dan investor tidak takut untuk beraktivitas dengan maskapai penerbangan domestik untuk datang ke daerah-daerah di seluruh Indonesia. Perbaikan dalam hal ekonomi tentunya akan meningkatkan ketahanan bangsa dalam menyikapi perubahan global di lingkungannya. (*)


Security Journal Volume IV/7/Juli 2007

Tidak ada komentar: